Alarm privasi di Indonesia atas kebocoran sertifikat vaksin presiden
![]() |
Presiden vaksin tahap2 (foto: CNN Indonesia) |
ADA kehebohan baru belakangan ini, di jagad online nasional. Heboh, karena surat vaksin Presiden Joko Widodo beredar di dunia medsos. Heboh, karena kabar itu cepat menyebar ketika jagad yang lain, mainstream, juga mengabarkannya.
Sungguh mengharukan dan memalukan sistem keamanan data nasional mudah sekali ditembus oleh siapa pun. Dulu, data kependudukan disusul data jaminan social, kini sertifikat vaksin presiden. Luar biasa rapuhnya sistem pertahanan nasional, dalam hal ini data.
Portal Devdiscourse.com yang bermarkas di India menurunkan artikel yang menyoroti kebocoran sistem data itu. Menurut portal ini hal itu merupakan alarm bagi priavsi bagi pemerintah. Lensa Dua Satu menyajikan artikel itu dalam tulisan berikut ini:
--------- Oleh : Reko Suroko ----------
KEBOCORAN secara online sertifikat vaksin COVID-19 presiden telah meningkatkan kekhawatiran di Indonesia tentang keamanan informasi, terjadi pada minggu yang sama dengan pelanggaran data yang mempengaruhi 1,3 juta pengguna aplikasi pelacakan kontak pemerintah.
Catatan vaksin Presiden Joko Widodo diakses menggunakan aplikasi tersebut. , PeduliLindungi (care protect), dan dibagikan secara luas di media sosial, menimbulkan pertanyaan di antara para ahli tentang komitmen pemerintah terhadap keamanan data. Analis digital Ismail Fahmi mengatakan, kebocoran itu menunjukkan betapa mudahnya melihat atau berpotensi menggunakan sertifikat vaksinasi orang lain, bahkan dari seorang kepala negara.
Analis digital Ismail Fahmi mengatakan, kebocoran tersebut menunjukkan betapa mudahnya melihat atau berpotensi menggunakan sertifikat vaksinasi orang lain, Bahkan dari seorang kepala negara. "Jika ada perlindungan, akan ada penyelidikan mengapa masalah ini berlanjut, mengapa catatan pribadi dapat dengan mudah ditambang," katanya.
![]() |
Sertifikat Vaksin Presiden Beredar Di Medsos. (foto : Katadata.co.id) |
"Tapi tidak ada perlindungan seperti itu." Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada hari Jumat (3/9/2021), mengatakan bahwa catatan pejabat tidak dapat diakses lagi.
Beberapa pengguna media sosial menyatakan kekecewaannya atas kekurangan dalam aplikasi, yang bulan lalu diwajibkan. "Saya semakin tidak mempercayai aplikasi pemerintah setelah ini," kata seorang pengguna Twitter dengan nama @delrellove.
Pengguna lain, Denny Siregar, yang memiliki lebih dari satu juta pengikut, mengatakan: "Perlindungan data kami sangat rendah. Bahkan presiden pun bocor."
RUU Perlindungan Data
Aplikasi ini mencakup biodata pribadi dan menampilkan tanggal dan jenis vaksinasi yang diberikan. Penggunaannya diperlukan untuk perjalanan udara dan memasuki mal.
Fadjroel Rachman, juru bicara kepresidenan, mengatakan pihaknya menyayangkan pelanggaran tersebut. “Kami berharap instansi terkait dapat melakukan prosedur tertentu untuk mencegah kejadian serupa terjadi, termasuk perlindungan data masyarakat,” ujarnya.
RUU perlindungan data diajukan ke parlemen tahun lalu, tetapi belum disahkan. Pemerintah pada hari Selasa mengatakan sedang menyelidiki masalah di versi sebelumnya dari aplikasi https://reut.rs/3jEofUz yang mengekspos data sekitar 1,3 juta orang.
Itu terjadi beberapa bulan setelah dugaan pelanggaran data jaminan sosial https://reut.rs/3jGAuQD oleh perusahaan asuransi negara.
“Masalahnya masih sama, tidak ada grand strategy untuk melindungi data warga,” kata Damar Juniarto dari kelompok advokasi digital SAFEnet.
"Dengan standar dan desain privasi yang baik, harus ada batasan untuk bisa mengecek data orang lain, apalagi presiden." ***
Komentar
Posting Komentar