Kerbau Bule Keturunan Tertua Kebo Kyai Slamet Mati
![]() |
Kerbau Bule Keturunan Kiai Slamet |
SALAH satu Kerbau bule milik Keraton Surakarta mati, Sabtu (28/8/2021) petang. Kerbau bule Keraton Surakarta yang mati itu |merupakan kerbau Nyai Sipon Sepuh atau yang juga diberi nama Maeso. Maeso merupakan kerbau keturunan Kerbau Kyai Slamet
----Oleh : Reko Suroko----
"Pada era Pakubowono XII ada sesepuh Madiun yang {meminta} {bantu} untuk ngopeni Maeso ini, dan Maeso ini {ialah|merupakan|yaitu|yakni} yang paling tua, di antara keturunan Kebo Kyai Slamet," cerita GKR Wandansari atau Gusti Moeng, Sabtu (28/8/2021).
![]() |
Kerbau Bule Kai Slamet sedang main di jalanan |
Pada pelaksanaan pengembalian Maeso dari Madiun Ke Solo, sempat meninggalkan kisah unik.
Pawang Maeso, KRA Ahmadi Hadinegoro, mengisahkan, Maeso sempat memberontak dan menangis {ketika|dikala} akan diangkat ke dalam truk.
Kemudian truk yang membawanya {bahkan|malah|malahan} mendadak mogok. Setelah sekian lama baru truk dapat dihidupkan. Kemudian pada {permulaan} dipindahkan, Maeso ditempatkan di kandang Sitihingil Kidul.
Sesudah wafatnya Kanjeng Marjito, kemudian Maeso dipindahkan kembali ke Pengging Banyudono. "Kanjeng Marjito wafat, Maeso pindah ke Pengging Banyudono, " kata pawing kerbau itu Ahmadi.. Ahmadi memberi tahu, sebelum mati, Nyai Sipon Sepuh sempat sakit selama 4 hari.
Bahkan, sempat dirawat oleh mantri hewan tapi Nyai Sipon Sepuh ini tak bisa diselamatkan.Nyai Sipon Sepun dikubur di Karangmojo, Pengging, Boyolali.
Kotorannya Jadi Rebutan
![]() |
Kerbau Bule Kiai Slamet sedang bermain di Alun-alun Selatan |
Kandang kerbau berada di kawasan Alun-Alun Selatan Solo. Dipandang sekilas kerbau di kandang terlihat sama dengan kerbau pada lazimnya, tapi kerbau milik Keraton Surakarta ini bermakna bagi warga Solo dan Keraton Surakarta. Pasalnya hewan mamalia ini dianggap keramat, malahan Keraton Surakarta mewujudkan kerbau ini sebagai salah satu pusakanya.
Kebo Bule atau Kerbau Bule itu lah julukan hewan mamalia bertanduk ini. Kerbau ini mendapatkan julukan bule, sebab warna kulit yang berbeda dengan kerbau lainnya, ialah warna putih dan kemerah-merahan.
Kebo Bule erat kaitannya dengan perayaan malam 1 Muharram, tahun baru Islam atau yang lazim disebut 1 Suro. Dalam kultur di Solo, kebo bule akan menempati barisan paling depan sebagai cucuk lampah, pemimpin barisan kirab. Kirab pun tak akan terlaksana sekiranya kerbau bule tak keluar dari kandangnya.
Klangenan
![]() |
Kerbau Bule Kiai Slamet |
Saat malam 1 Suro, kawanan kerbau ini akan keluar dari kandangnya. Nantinya, kawanan keturunan Kerbau Pusaka Keraton Kyai Slamet membuka jalan bagi rombongan Kirab Peringatan Malam 1 Suro Keraton Surakarta.
Di belakang kerbau diikuti para pembesar keraton, kerabat dan jajaran keraton lengkap dengan pakain adat Jawa dan masyarakat. Benda pusaka peninggalan Dinasti Mataram, seperti tombak, keris, dan sebagainya, diarak sembari dikawal oleh Kebo Bule. Sebelum kirab, akan ada dua ember yang masing-masing berisi air putih dan kopi. Kerbau yang akan dikirabkan umumnya akan meminum air putih dan kopi yang telah dsiapkan. Sesudah kerbau minum, masyarakat akan berebut sisa minuman air putih dan kopi yang ada di ember.
Warga mempercayai bahwa sisa minuman kerbau bule {hal yang demikian} mendatangkan memberi manfaat. Tak hanya sisa minuman saja, kotoran kerbau yang keluar dikala kirab, biasanya juga jadi rebutan.
Kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II semenjak, istananya masih di Kartasura, sekitar 10 kilometer arah barat keraton yang sekarang. ***
Komentar
Posting Komentar