Ojo Nggege Mongso

 

Ilustrasi (foto: pixabay)

Oleh : Reko Suroko


ORANG Jawa pasti apa apa maksud dari ungkapan Jawa, Ojo Nggege Monggso. Apalagi manusia Jawa yang selalu akrab dengan kebudayaan Jawa. Pasti telinga atau benaknya pernah mendengar ungkapan Jawa tersebut.

Ungkapan bahasa Jawa yakni,    Ojo nggege mangsa terdiri dari kata ojo (jangan), nggege (mempercepat atau mendahului) dan mangsa (waktu). Secara eksplisit, ungkapan aja nggege mangsa berarti ‘jangan mendahului waktu’. 

yuk baca : DUA KERESAHAN

Dalam etika dan filsafat Jawa, ungkapan itu memiliki makna yang lebih dalam. Pemaknaanya terkait erat dengan sikap hidup dan kaitan jati dir manusia sebagai individu, sosial dan umat ciptaan Tuhan.

Ungkapan ojo nggege mangsa berisi nasihat agar dalam upaya mencapai maksud atau cita-cita tertentu, seseorang harus mampu mengendalikan dirinya. Demi suatu keinginan sesorang dianjurkan untuk tidak melakukan kecurangan.

 Tanpa didasari oleh pengendalian diri dan keyakinan bahwa segalanya akan ditentukan oleh Tuhan, seseorang seringkali tergelincir pada sikap nggege mangsa (mendahului waktu). Dari keinginan yang tidak terkendali itu, seseorang bisa terperosok pada tindakan negatif asal tujuan atau keinginannya tercapai.

yuk baca : RAKYAT NGERTINYA BERES, BOSS

yuk bacaDUA KERESAHAN

 Untuk menghindar dari hal tersbut, maka dalam berusaha kita perlu menyeimbangkan antara semangat dengan sikap pasrah, yang dilandasi sikap hidup samadya (sedang, sewajarnya) dan tidak tampak ngaya (terlalu memaksa diri). 

Untuk dapat terhindar dari sikap nggege mangsa (terburu nafsu dalam mencapai sesuatu), dibutuhkan kejernihan dalam berpikir, kedewasaan, dan kemampuan untuk mengarahkan tindakan demi tujuan akhir, yakni mencari ridha Tuhan sembari tetap memperhatikan kepentingan orang lain.

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, tindakan nggege mangsa cenderung mendorong seseorang melakukan tindakan negatif. 

Ilustarsi (foto: galgas airlangga-pexels)

Pada era sekarang ini, nggege mangsa hampir identik dengan mengambil jalan pintas dalam konotasi negatif. Dengan mengambil jalan pintas, memiliki kecenderungan untuk melanggar prosedur normatif, menimbulkan sikap tidak jujur, dan kemungkinan besar akan merugikan pihak lain. 

yuk baca :RAKYAT NGERTINYA BERES, BOSS

Akibat dari tindakan yang nggege mangsa dapat bermuara pada munculnya kecemburuan sosial dan membangun perilaku tidak jujur pada masyarakat. Oleh sebab itu, budaya Jawa mengajarkan agar seseorang tidak perlu melakukan tindakan yang mengarah pada nggege mangsa. 

Untuk sampai pada sikap hidup tersebut, seseorang perlu berpegang pada ajaran Jawa yen pesthine mesthi kelakon (jika telah takdir Tuhan pasti terlaksanan). Dalam mencapai suatu keinginan atau cita-cita, seseorang dianjurkan untuk mbudidaya linambaran nyenyuwun marang Gusti (berusaha sambil memohon kepada Tuhan). 

Jika dalam mencapai cita-cita dilandasi oleh permohonan pada Tuhan, pasti tujuan akhir dari cita-cita tersebut adalah mencari ridha Tuhan. Dalam alur pikiran semacam itu, seseorang akan terhindar dari sikap egois dan sikap menghalalkan segala cara yang cenderung menjurus kepada pelanggaran norma dan merugikan pihak lain.

Sayangnya, manusia Jawa sudah banyak yang kehilangan Jawa-nya, sehingga menyingkirkan budi pekerti yang bersumber ajaran Jawa. *** 


Komentar

Postingan Populer